Expecto Patronum

Tahun ini, tepatnya bulan Juni ini, menandai 20 tahun sejak kisah Harry Potter pertama terbit ke dunia lewat penerbit Bloomsbury. Harry Potter and the Philosopher Stone pertama terbit pada 1997, setahun kemudian terbit di Amerika, dan pada tahun 2001, kisah Harry diangkat ke layar lebar dan dari situlah semua keajaiban dimulai.

Selama 10 tahun berikutnya, 8 film yang didasarkan dari 7 novel karya J.K. Rowling ini mencapai kesuksesan besar. Semua yang tumbuh dan merasakan dekade pertama Millenium pasti pernah, setidaknya tahu tentang franchise tersukses di tahun 2000’an ini. Bersama franchise Lord of the Rings, Harry Potter membentuk dekade 2000.

Harry Potter dalam angka

Dalam bentuk film, delapan film Harry Potter meraih kesuksesan luar biasa. Termasuk spinoff Fantastic Beasts & Where To Find Them yang dirilis 2016 lalu, secara keseluruhan seri Harry Potter meraih profit lebih dari $8 Milyar diseluruh dunia. Lebih tinggi dari franchise manapun termasuk Star Wars dan James Bond, hanya kalah pendapatan dari Marvel Cinematic Universe.

Kini, di 20 tahun Harry Potter, ceritanya sudah diperlebar lagi. Dari 7 buku aslinya, ada juga buku Quidditch Through the Ages dan Fantastic Beasts. Ada juga buku The Tales of Beedle the Bard. Tiga buku ini muncul di jalan cerita novel asli, jadi J.K. Rowling memberi fanservice lebih dengan hadirnya tiga buku ini.

Setelah itu, pada 2016, sekuel Harry Potter dirilis. Harry Potter and the Cursed Child. Latar belakangnya adalah 19 tahun sejak kisah Deathly Hallows, dan tokoh utamanya adalah anak kedua Harry, Albus Severus Potter. Bedanya dari novel sebelumnya, Cursed Child yang memang awalnya hanya ditujukan sebagai stage play dirilis dalam bentuk script drama.

Meski disebut seri kedelapan, pada dasarnya Cursed Child ditulis oleh Jack Thorne dan John Tiffany, jadi secara umum hanya dianggap sebagai fanfiction yang “resmi” oleh Potterheads. Namun begitu, tahun depan stage play ini akan dibawa ke Broadway. Jika bisa berangan-angan, butuh berapa tahun lagi bisa sampai di Jepang?

Cursed Child membuat sekuel yang menarik dari dunia Harry Potter

Nah, dulu aku menulis artikel tentang pembagian member Sakamichi kedalam asrama Hogwarts, kali ini aku akan menulis lagi tentang hal yang berkaitan dengan dunia Harry Potter. Jujur, siapa yang tidak pernah menonton film ini meski hanya sekali? Come on, ini salah satu franchise terbesar sepanjang sejarah perfilman.

Di dunia Harry Potter, ada satu mantra cukup terkenal di kalangan fans; Mantra Patronus. Mantra ini jauh dari level sihir O.W.L -pardon me, aku menggunakan istilah bagi Potterheads disini- hanya penyihir yang bisa fokus pada hal yang paling membahagiakan yang bisa menghasilkan bentuk spirit dari Patronus, biasanya dalam bentuk binatang.

Pada dasarnya, Patronus digunakan sebagai pelindung dari Dementor dan Lethifold, yang keduanya mengonsumsi perasaan positif dari manusia. Harry, yang belajar mantra ini dari Remus Lupin, menghabiskan tahun ketiganya di Hogwarts untuk menguasai Patronus, hal ini dibuktikannya dengan menyelamatkan Sirius Black dan dirinya sendiri dari para Dementor.

Patronus tidak hanya bisa digunakan sebagai pelindung dari makhluk kegelapan, tapi juga bisa digunakan untuk mengirim pesan dari satu penyihir ke penyihir lain. Pesan anti pemalsuan, karena bentuk Patronus tiap orang berbeda. Energi positif dari Patronus tidak selalu bisa menghasilkan Patronus Badaniah, atau Patronus dalam bentuk hewan, jika si penyihir tidak fokus total pada mantranya.

Di tahun kelima, Harry mengajari Dumbledore’s Army mantra Patronus. Dengan memuaskan, mengingat mayoritas anggota D.A bisa menguasai mantra ini meski syarat untuk melakukan Patronus tidak mudah. Terlebih, baik di buku maupun filmnya, menghasilkan Patronus Badaniah. Dalam sejarah dunia Harry Potter, Harry adalah penyihir termuda yang bisa menghasilkan Patronus.

Menurut Pottermore, hanya sedikit penyihir yang mampu menghasilkan Patronus, karena tingginya level sihir ini yang ada diatas level N.E.W.T. Tingkat kesulitan Patronus membuatnya menjadi bukti akan kemampuan seorang penyihir. Dalam arti lain, kemampuan untuk berpikir positif dalam keadaan suram sekalipun.

---

Nah, dari Patronus, kita beralih ke berita yang menjadi hangat belakangan ini; di hari Sabtu tanggal 24 Juni 2017, dalam sesi HS Fukyouwaon di Makuhari Messe, seseorang melemparkan flare ke line Hirate Yurina dan Kakizaki Memi. Bisa dilihat dari footage dibawah ini, quite hectic…

Efek dari kejadian ini menjadi bola salju. Dari semula hanya flare, merembet ke penemuan pisau dan pengakuan si pelaku untuk “melindungi member tertentu dengan cara membunuhnya” dan membuat riak baik di fandom Jepang maupun internasional. Beberapa mengatakan si pelaku adalah korban Hikikomori, which is make sense.

Pelaku berusia 24 tahun, pengangguran, contoh korban Hikikomori yang ideal. Ini sudah mencakup efek sosial di Jepang, yang mana menurutku tidak terlalu etis -dan melelahkan- jika dibahas terlalu jauh, who are we to judge? Hanya saja, kejadian seperti ini butuh dilihat dari banyak sudut pandang.

Setelah kejadian ini, Memi, Mona, Mii tidak ikut dalam sesi HS selanjutnya, sementara Tecchi absen di sesi pertama. Sesi perayaan ulang tahun Dana dan Berika dibatalkan, begitu juga Tecchi yang ulangtahunnya tepat sehari setelah kejadian. Yang lain, pemeriksaan (untuk sementara) akan diperketat.

Kedua captain Sakamichi juga menyumbang suara. Reika “tidak bisa memaafkan siapapun yang melakukan ini pada Keyakizaka” sementara Yuuka “mengecewakan hal ini bisa terjadi. Aku meminta maaf atas semua kejadian ini dan Keyakizaka46 akan terus bekerja keras sebagai tim” Tidak biasanya dari dua Ponkotsu Captain ini untuk serius.

After all, dari kacamataku, ini semua adalah harga yang harus dibayar dengan mengambil pekerjaan sebagai idol. Harsh, but true. Tidak ada efek samping tanpa menjadi idol adalah kemustahilan, apalagi untuk level Keyaki. Cukup sering terjadi, bahkan pada Idol Underground. Beberapa tahun lalu kasus serupa menimpa AKB, jika tidak salah membuat beberapa member grad juga.

Setelah ini, aku tidak akan heran jika kita akan melihat adanya member Keyaki yang grad. Karena ini bukan pertama kali terjadi penyerangan fisik maupun verbal pada member. Musim gugur tahun lalu rumornya Keyaki terpaksa pindah asrama karena ulah fans, juga menyasar Tecchi. Dan tidak terhitung banyaknya berita serangan verbal ada member saat sesi HS.

Penampilan pertama Keyaki pasca kejadian, Tokyo Music Festival 2017. A picture worth thousand words

Bisa dimaklumi kenapa grad bisa menjadi opsi. Banyaknya freak merangkap fans yang ada, terlebih bisa menemui member hanya dengan membeli single memperbesar kemungkinan akan serangan seperti ini terus terjadi. Apalagi sudah umum, karir sebagai idol hanya jangka pendek, family concern akan keselamatan anggota keluarga mereka jelas menjadi pertimbangan.

SONY jelas bukan orang baru dalam hal ini dan mungkin sedikit melegakan bahwa mereka pasti punya pengalaman mengatasi hal ini. Meski dalam hal seperti ini, pendapat member tetaplah yang utama. Aku yakin dalam kontrak pasti ada S&K yang berlaku, dan jika member memilih grad dengan alasan ini, kita hanya bisa memaklumi. Ingat, dukungan dari belahan bumi berbeda tidak berarti banyak jika freaks berkeliaran di dekat member.

Member membutuhkan Patronus, kemampuan untuk tetap berpikir positif saat ini. Bukan cuma untuk member Keyaki tapi juga untuk member Nogi. Saat memilih menjadi idol mungkin mereka tidak tahu konsekuensi macam apa yang harus ditanggung, hanya bisa didapat seiring waktu. Yang paling penting saat ini adalah tidak membiarkan api membesar, Yuuka melakukan hal bagus dengan pernyataannya.

Penasaran dengan Patronus? Cari tahu Patronus-mu disini.

Patronus tidak bisa dihasilkan semua orang, begitu juga member pasti ada yang trauma dengan kejadian ini. Tugas bagi member yang bisa membuat Patronus bagi dirinya adalah ikut melindungi mereka yang tidak bisa, sulit untuk dilakukan tapi aku percaya mereka bisa. Kita sebagai fans, hanya bisa berusaha agar tidak menjadi Dementor bagi member. EXPECTO PATRONUM!

All images used is credited by it’s respective owners